BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang paling
sempurna di antara ciptaan-NYA dan juga sebagai pemimpin dimuka bumi ini. Dari
pengertian ini biasanya disalah artikan oleh manusia itu sendiri, dengan cara
bertindak semaunya
sendiri/seenaknya sendiri tanpa melihat apa ada yang dirugikan disekeliling
mereka. Artinya hanya peduli dengan kepentingannya sendiri tanpa peduli pada
kepentingan orang lain. Seperti contoh bermasyarakat khususnya dengan tetangga,
jika kita menyalakan radio selayaknya sesuai aturan jangan sampai mengganggu
tetangga kita, yang mana dari itu ketahuanlah bahwa kita punya rasa tenggang
rasa atau tidak. Jadi secara tidak lain kita sebagai warga Negara yang baik
harus taat pada aturan tertulis maupun yang tidak tertulis seperti aturan dalam
masyarakat. Khususnya bagi umat muslim selain harus taat pada aturan-aturan
tertulis maupun yang tidak tertulis, kita juga mempunyai aturan agama yang
memang wajib kita laksanakan jika ingin benar-benar menjadi seorang muslim yang
haqiqi yaitu fiqh.
Didalamnya mencakup seluruh sisi
kehidupan individu dan masyarakat, baik perekonomian, sosial kemasyarakatan,
politik bernegara, serta lainnya. Para ulama mujtahid dari kalangan para
sahabat, tabi’in, dan yang setelah mereka tidak henti-hentinya mempelajari
semua yang dihadapi kehidupan manusia dari fenomena dan permasalahan tersebut
di atas dasar ushul syariat dan kaidah-kaidahnya.
2.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang muncul adalah:
- Pengertian Mudharabah, Musyarakah dan Murabahah?
- Apakah saling terhubung antara Mudharabah, Musyarakah dan Murabahah?
- Apakah hukum Mudharabah, Musyarakah dan Murabahah dalam ekonomi islam?
3.
Tujuan
Penulisan
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah:
- Untuk mengetahui Pengertian Mudharabah, Musyarakah dan Murabahah
- Untuk mengetahui Hubungan Mudharabah, Musyarakah dan Murabahah
- Untuk mengetahui hukum Mudharabah, Musyarakah dan Murabahah dalam ekonomi islam
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
“Mudarabah” adalah jenis khusus kemitraan di mana
salah satu pasangan memberikan uang kepada orang lain untuk berinvestasi di
perusahaan komersial. Investasi berasal dari mitra pertama yang disebut
“rabb-ul-mal”, sementara pengelolaan dan bekerja adalah tanggung jawab
eksklusif yang lain, yang disebut “mudharib”.
Mudharabah Adalah suatu pernyataan yang mengandung
pengertian bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu
diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai
perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
- Kontrak mudharabah dalam pelaksanaannya pada Bank Syariah nasabah bertindak sebagai mudharib yang mendapat pembiayaan usaha atas modal kontrak mudharabah. Mudharib menerima dukungan dana dari bank, yang dengan dana tersebut mudharib dapat mulai menjalankan usaha dengan membelanjakan dalam bentuk barang dagangan untuk dijual kepada pembeli, dengan tujuan agar memperoleh keuntungan (profit).
- Filosofi dasar dari mudharabah adalah untuk menyatukan capital dengan labour (Skill dan enterpreneur) yang selama ini senantiasa terpisah dalam sistem konvensional. Dalam mudharabah akan tampak jelas sifat dan semangat kebersamaan dan keadilan, Hal ini terbukti melalui kebersamaan dalam menanggung resiko kerugian yang dialami proyek dan membagikan keuntungan pada waktu ekonomi sedang booming. (Perwataatmaja, 1999)
Mudharabah lebih cocok dalam perbankan Islam
dibandingkan dengan syirkah. Syirkah hanya cocok unjtuk bank apabila bank
tersebut berfungsi sebagai bank partisipan yang aktiv dalam menjalankan bisnis.
Bagi bank, hal tersebut tidak praktis dan merupakan tindakan pemborosan, selain
melanggar peraturan perbankan. Mudharabah bukan hanya cocok dengan bak syariah
, namun fungsi pokok perbankan adalah memberikan modal kepada individu atau
kelompok yang ingin berusaha, dan ini adalah mudharabah (rahman 436).
2. Landasan Syaria
Secara Umum, landasan dasar syariah Al-Mudharabah
lebih mencerminkan Anjuran untuk melaksanakan usaha. Hal ini tanpak dalam
ayat-ayat dan hadist berikut ini
- Al-Qur’an
واخرون يضربون فى الارض يبتغون من فضل الله…….
”dan dari orang-orang yang berjalan
dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT (Al-Muzzammil: 20)
Yang menjadi wajhud-dilalah (وجه الدلاله) atau
argument dari ayat diatas adalah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.
فاذا قضيت الصلاة فانتشروا فى الارض وابتغوا
من فضل الله………………..
“apabila telah ditunaikan shalat maka
bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah SWT…. (Al-Jumu’ah 10)
- Al-Hadist
عن صالح ابن صهيب عن ابيه قال: قال رسول
الله. ثلاث فيهن البركة البيع الى اجل والمقارضة واخلاط البر
بالشعير للبيت لا للبيع……………..
“ Dari Shalih bin Suhaib RA bahwa
Rasulullah Bersabda: tiga hal yang didalamnya terdapat kebaikan: jual-beli
secara tangguh, MuQoradhah (Mudaharabah), dan mencampur Gandum dengan Gandum
untuk keperluan rumah bukan untuk dijual”
- Ijma’
Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat
telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara
mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit hadist yang
dikutip Abu Ubaid
3. Jenis-jenis Al-Mudharabah
Secara umum, Mudharabah terbagi menjadi dua jenis: Mudharabah
muthalaqah dan mudharabah muqayyadah
- Mudharabah Muthlaqah
Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah
muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan
mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesikasi jenis
usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqh ulama seringkali
mencontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukanlah
sesukamu) dari shahibulmaal ke mudharib
yang member kekuasaan sangat besar.
- Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah Muqayyadah atau
disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/specified
mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah,
si Mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha,waktu, atau tempat usaha.
Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si
Shahibul-maal dalam memasuki jenis usaha.
- 1. Aplikasi Dalam Pembiyaan Produktif
Secara teknis, mudharabah adalah akad kerja sama
usaha antra dua pihak,dimana pihak pertama (shahibul mal)
menyediakan modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Karena sifatnya
itulah mudharabah lebih praktis untuk dijalankan pada perbankan Islam
dibandingkan dengan syirkah. Aplikasi mudharabah dalam perbankan syariah dapat
berupa :
Pada sisi penghimpunan dana :
- Tabungan berjangka, dimaksudkan untuk tujuan umum, yang dapat dipakai untuk usaha apa saja yang tidak melanggar syariat. Misalnya deposito biasa.
- Deposito spesial, dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk usaha tertentu saja.
Pada sisi pembiayaan :
- Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja untuk perdagangan, industri atau jasa
- Investasi khusus, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul mal.
4. Manfaat Mudharabah :
- Bank akan menikmati peningkatan hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat
- Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap , tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak mengalami negative spread.
- Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow sehingga tidak memberatkan nasabah.
- Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang bukan hanya sesuai dengan syariah, namun juga mempunyai prospek yang baik
5. Permasalahan Mudharabah
Walaupun mudharabah dikatakan
sebagai sesuatu yang ideal untuk perbankan Islam, dan mempunyai banyak
keuntungan dan ” lebih baik” dibandingkan dengan siatem lainnya, namun ternyata
mudharabah dalam kenyataaannya belum menjadi skema pembiayaan yang utama pada
bank syariah. Berdasarkan data dari Internatioanl Assosiation of Islamic Bank
(1996), skema mudharabah hanya diapakai sebesar 20% secara rata-rata pada bank
Islam seluruh dunia. Islamic Development bank juga hanya memakai mudharabah
pada sedikit poyeknya yang kecil. Kondisi perbankan syariah dalam menjalankan
Mudharaba juga tidak terlihat baik. Berdasar statistik perbankan syariah pada
Bank Indonesia, akad murabahah sekitar 70 persen
dari total kredit. Di BRI, hampir 96 persen pembiayaan masih murabahah.
Sementara di BSM, pembiayaan mudharabah mencapai 12
persen. (Republika, 19 Juli 2004).
Beberapa permasalahan yang dihadapai sehingga
mudharabah menjadi kurang berkembang, diidentifikasikan natara lain sebagai
berikut :
Pertama, kontrak profit loss sharing
dikaitkan dengan agency problems manakala seorang pengusaha tidak
mempunyai insentif untuk memberikan usaha tetapi mempunyai insentif untuk
melaporkan profit yang lebih rendah dibandingkan dengan pembiayaan pribadi dari
manager. Argumen ini berdasarkan ide bahwa pihak-pihak pada transaksi bisnis
akan melalaikan jika mereka dikompensasi kurang dari kontribusi marginal pada
proses produksi, dan manakala ini terjadi pada kasus profit loss sharing,
kaum kapitalis ragu-ragu untuk berinvestasi berdasarkan basis profit loss sharing.
Sebagai contoh A meminjam uang pada bank syariah AZ kemudian ia melaporkan
keuntungannya pada laporan laba rugi yang usahanya lebih rendah. Sehingga,
tingkat profit-loss sharing yang diberikan kepada
bank lebih rendah.
Kedua, kontrak profit loss sharing
membutuhkan jaminan agar dapat berfungsi secara efisien. Sedikitnya
jaminan hak property pada kontrak profit loss sharing menyebabkan
kegagalan adopsi karena tidak ada aturan yang melandasi. Pada praktiknya di
Indonesia, jaminan hak property atas profit-loss sharing belum
diatur dengan tegas dan jelas
Ketiga, perbankan Islam
menawarkan risiko yang lebih kecil dari pembiayaan dibandingkan dengan
perbankan konvensional. Hal ini berdasarkan konsep mudharabah dan musharakah
yang dianutnya. Tetapi seringkali pelaksanaannya manajemen asset dari
mudharabah dan musharakah tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Idealnya, dana
pada perbankan syariah disalurkan melalui kegiatan investasi pada asset riil.
Tetapi pada kenyataannya di Indonesia, pengelolaan asset pada perbankan syariah
masih terpusat pada Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
Keempat, batasan peran
investor pada manajemen dan dikotomi struktur keuangan dari kontrak profit loss
sharing menimbulkan ketidak partisipasian. Mereka
tidak berbagi kontrak berdasarkan partisipasi pengambilan keputusan. Disatu
sisi terlihat hanya pihak manajemen yang mengelola dana sedangkan investor
hanya menikmati hasilnya.
Kelima, pembiayaan ekuitas
tidak tepat bagi pembiayaan proyek jangka pendek manakala dihadapkan pada
tingkat risiko yang tinggi (efek diversifikasi waktu pada ekuitas). Pada kasus
di Indonesia, dimana banyak pengelolaan dana perbankan syariah yang disalurkan
melalui sertifikat wadiah bank Indonesia, menimbulkan risiko yang tinggi jika
pembiayaan tersebut berjangka pendek dan lebih berisiko lagi jika bank syariah
menyalurkan pengelolaan dana melalui Jakarta Islamic Index. (Humayon A. Dar and
John R. Presley, 2001)
6. F. Solusi
Potensi masalah yang timbul dalam pelaksanaan
mudharabah agar dapat mengatasi kelemahannya dapat dilakukan dengan beberapa
cara yaitu (Muljawan, 2001) :
- Peningkatan kualitas preferensi Mudharib dalam menerima amanah dan shahibul mal
- Peningkatan kualitas transparansi dalam kontrak seperti penyusunan kontrak yang lebih terperinci dan pemakaian benchmarking
- Penerapan standar akuntansi yang memadai
Tiga hal tersebut dijabarkan dibawah ini :
- Preferensi individu dalam melakukan kontrak mudharabah yang akan meningkatkan kualitas transaksi sehingga menyebabkan kontrak mudharabah menjadi optimal antara lain :
• Transparansi dalam berkontrak
• Konsep penghargaan terhadap waktu , kerjakeras
dan produktifitas
• Amanah dalam mengelola modal yang diberikan
Pada mudharabah, apabila syarat tersebut diatas dapat
dijalankan oleh individu, maka dapat dikatakan bahwa kontrak mudharabah
tersebut dapat dikatakan menghasilkan kualtias yang terbaik. Peningkatan
preferensi individu dalam konsep utility akan mengakibatkan perubahan pada
proses pengembilan keputusan dalam usaha. Kualitas preferensi individu
seharusnya dalam Islam menjadi suatu hal yang diunggulkan. Konsep etik moral
dalam Islam, adalah konsep bagaimana suatu individu dapat berbuat sebaik
mungkin dan dapat mendatangkan maslahat sebanyak mungkin. Peningkatan kualitas
preferensi dapat dilakukan dengan melakukan strategic alliance dengan
semua pihak yang dapat
berperan dalam menjaga nilai-nilai moral, antara
lain, lembaga pendidikan ekonomi Islam, sebagai penyuplai para pelaku ekonomi
yang memiliki preferensi yang baik, para ulama dan tokoh agama, lembaga
pendidikan agama, dan organisasi masyarakat yang berperan dalam meningkatkan
moral masyarakat. Konsep peningkatan preferensi individu ini adalah konsep
bersama yang saling terkait, tidak hanya tugas bank saja, namun ini adalah
tugas dari seluruh masyarakat muslim yang peduli.
- Peningkatan kualitas transparansi dalam kontrak mudharabah.
Akses terhadap informasi yang berimbang dapat
menurunkan intensitas moral hazard serta adverse selection dalam presos
penentuan transaksi yang optimal. Pembuatan kontrak yang terperinci sehingg
mendorong transparansi informasi dapat menjadi satu solusi. Hal lain yang
penting adalah adanya benchmarking pada semua sektor usaha. Bench marking
memudahkan semua pihak untuk menyetujui kontrak lebih fair. Sebagai contoh ,
bila talah tersedia benchmarking untuk usaha penjualan buku, misalnya rata-rata
margin keuntungan sebesar 20%, Maka benchmarkiong ini dapat menjadi acuan bagi
kedua belah pihak yang berkontrak, sebagai acuan ekspected return.
- Salah satu syarat yang cukup menentukan keberhasilan penerapan konsep mudharabah dalam masyarakat secara luas adalah sistem akuntansi yang selain sesuai dengan konsep syariah juga harus dapat menentukan level resiko dari transaksi. Sistem aakuntansi dan keuangan yang baik dan mendorong konsep syariah akan menjadi salah satu mekanisme kontrol yang baik dalam menghasilkan kontrak mudharabah.
B. Musyarakah
1. Pengertian
Musyarakah adalah Kerja sama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan
Penerapan yang dilakukan Bank Syariah, musyarakah
adalah suatu kerjasama antara bank dan nasabah dan bank setuju
untuk membiayai usaha atau proyek secara bersama-sama dengan nasabah sebagai inisiator
proyek dengan suatu jumlah berdasarkan prosentase tertentu dari jumlah total
biaya proyek dengan dasar pembagian keuntungan dari hasil yang diperoleh dari
usaha atau proyek tersebut berdasarkan prosentase bagi-hasil yang telah
ditetapkan terlebih dahulu.
2. Landasan Syariah
- Al-Qur’an
فهم شركاء فى الثلث…………………..
“maka
mereka berserikat pada sepertiga……(An-Nisa’ 12)
Ayat ini menunjukkan pengakuan Allah SWT akan
adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja perkongsian dalam ayat
ini terjadi secara otomatis (jabr) karena waris.
- Al-Hadist
عن ابى هريرة رفعه قال :ان الله يقول انا
ثالث الشريكين مالم يخن احدهما صاحبه………………………
“Dari Abu Hurairah,
Rasulullah Bersabda: Sesungguhnya Allah Berfirman: Aku pihak ketiga dari dua
orang yang berserikat selama salah satunya tidak menghiyanati lainnya” (HR. Abu
Daud 2936, dalam kitab Al-Buyu’ dan Hakim)
Hadist qutsi tersebut menunjukkan kecintaan Allah
kepada hamba-hambanya yang melakukan perserikatan selama saling menjunjung
tinggi amanah kebersamaan dan menjahui penghiyanatan.
- Ijma’
Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughni[4] telah berkata: kaum muslimin telah
berkonsensus terhadap legimasi Musyarakah secara global walaupun terdapat
perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.
3. Jenis-jenis Musyarakah
Musyarakah ada dua jenis: Musyarakah
pemilikan dan Musyarakah akad (Kontrak). Musyarakah kepemilikan tercipta
karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu
asset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini kepemilikan dua orang
atau lebih berbagi dalam sebuah asset nyata dan berbagi pula dari keuntungan
yang dihasilkan asset tersebut.
Musyarakah akad tercipta
dengan cara adanya kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap
orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Merekapun sepakat berbagi
keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad terbagi
menjadi: al-‘inan, almufawwadhah, al-a’maal, al-wujuh dan al-Mudhrabah.
Meskipun Al-mudharabah masih ada perdebatan apakah termasuk kategori Musyarakah
atau tidak?
4. Aplikasi dalam Pembiayaan Produktif
- Pembiyaan Proyek
Musyarakah biasanya
diaplikasikan untuk pembiyaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama
menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai,
nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati
- Modal Ventura
Pada lembaga Keuangan khusus yang dibolehkan
melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, Musyarakah diterapkan dalam
skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan
setelah itu bank melakukan diinvestasi atau menjual bagian sahamnya. Baik
secara singkat atau bertahap.
- 1. Manfaat Musyarakah
Terdapat banyak manfaat dari pembiyaan secara Musyarakah
ini diantaranya sebagai berikut:
- Bank akan menikmati penigkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
- Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan /hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
- Pengambilan pokok pembiyaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
- Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
- Prinsip bagi hasil dalam Musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiyaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
C. Murabahah
Murabahah adalah perjanjian
jual-beli antara bank
dengan nasabah.
Bank
syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada
nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan
yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.
Murabahah, dalam konotasi Islam pada dasarnya
berarti penjualan. Satu hal yang
membedakannya dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa penjual dalam
murabahah secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa nilai pokok barang
tersebut dan berapa besar keuntungan yang dibebankannya pada nilai tersebut.
Keuntungan tersebut bisa berupa lump sum atau berdasarkan persentase.
Jika seseorang melakukan
penjualan komoditi/barang dengan harga lump
sum tanpa memberi tahu berapa nilai pokoknya, maka bukan termasuk
murabahah, walaupun ia juga mengambil keuntungan dari penjualan tersebut.
Penjualan ini disebut musawamah.
Ketentuan umum murabahah dalam bank syari'ah
- Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
- Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
- Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
- Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
- Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
- Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah beserta biaya tambahan yang diperlukan, misal ongkos angkut barang.
- Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu.
- Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
- Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang.
Disamping jual
beli murabahah, dalam fiqh al-muamalah ada empat jenis jual beli
lainnya (Az Zuhaily, hal.3766), yaitu:
1. Jual beli al-musawamah
(ba'iu al musawamah), yaitu menjual dengan harga berapapun tanpa melihat
kepada harga pokok atau harga perolehan saat pembelian awal. Jual beli ini yang
biasa dilakukan.
2. Jual beli at-tauliyah (bai'u
at tauliyah), yaitu menjual dengan harga pokok atau harga perolehan tanpa
tambahan keuntungan.
3. Jual beli isytiraak (bai'u
al isytiraak), sama dengan jual beli at-tauliyah, perbedaannya
adalah menjual sebagian obyek jual beli dengan sebagian harga.
4. Jual beli al-wadhi'ah (bai'u
al wadhi'ah) yaitu menjual sama dengan harga pokok atau harga perolehan,
dengan mengurangi atau memberikan potongan harga.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
- Penutup
Dari pembahasan diatas kita dapat menyimpulkan
hal-hal sebagai berikut :
- Kerja sama, baik dalam Mudharabah,Musyarakah dan Murabahah adalah sesuatu yang sangat dianjurkan dalam Islam agar kita dapat saling membantu dalam menanggung resiko usaha tentu yang sesuai dengan syariah
- Mudharabah yang termasuk salah satu jenis Kerjasama, yang saat ini memiliki banyak kendala dalam perkembangannya sehingga shahibul mal/bank enggan memakai skema kontrak ini.
- Nilai-nilai yang terkandung dalam Islam dapat menjadi satu keunggulan preferensi individu muslim.
- Dalam Islam, transaksi utama dalam kegiatan usaha adalah transaksi riil yang menyangkut suatu obyek tertentu, baik obyek berupa barang ataupun jasa. kegiatan usaha jasa yang timbul karena manusia menginginkan sesuatu yang tidak bisa atau tidak mau dilakukannya sesuai dengan fitrahnya manusia harus berusaha mengadakan kerjasama di antara mereka.