Friday 31 October 2014

MAKALAH TUGAS FIQIH (Mudharabah, Musyarakah dan Murabahah Dalam Ekonomi Islam)


BAB I
PENDAHULUAN

1.       Latar Belakang 
          Manusia adalah makhluk yang paling sempurna di antara ciptaan-NYA dan juga sebagai pemimpin dimuka bumi ini. Dari pengertian ini biasanya disalah artikan oleh manusia itu sendiri, dengan cara bertindak semaunya sendiri/seenaknya sendiri tanpa melihat apa ada yang dirugikan disekeliling mereka. Artinya hanya peduli dengan kepentingannya sendiri tanpa peduli pada kepentingan orang lain. Seperti contoh bermasyarakat khususnya dengan tetangga, jika kita menyalakan radio selayaknya sesuai aturan jangan sampai mengganggu tetangga kita, yang mana dari itu ketahuanlah bahwa kita punya rasa tenggang rasa atau tidak. Jadi secara tidak lain kita sebagai warga Negara yang baik harus taat pada aturan tertulis maupun yang tidak tertulis seperti aturan dalam masyarakat. Khususnya bagi umat muslim selain harus taat pada aturan-aturan tertulis maupun yang tidak tertulis, kita juga mempunyai aturan agama yang memang wajib kita laksanakan jika ingin benar-benar menjadi seorang muslim yang haqiqi yaitu fiqh.
Didalamnya mencakup seluruh sisi kehidupan individu dan masyarakat, baik perekonomian, sosial kemasyarakatan, politik bernegara, serta lainnya. Para ulama mujtahid dari kalangan para sahabat, tabi’in, dan yang setelah mereka tidak henti-hentinya mempelajari semua yang dihadapi kehidupan manusia dari fenomena dan permasalahan tersebut di atas dasar ushul syariat dan kaidah-kaidahnya.


2.       Rumusan Masalah
            Dari latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang muncul adalah:
  1. Pengertian Mudharabah, Musyarakah dan Murabahah?
  2. Apakah saling terhubung antara Mudharabah, Musyarakah dan Murabahah?
  3. Apakah hukum Mudharabah, Musyarakah dan Murabahah dalam ekonomi islam?

3.        Tujuan Penulisan
            Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah:
  1. Untuk mengetahui  Pengertian Mudharabah, Musyarakah dan Murabahah
  2. Untuk mengetahui  Hubungan Mudharabah, Musyarakah dan Murabahah
  3. Untuk mengetahui  hukum Mudharabah, Musyarakah dan Murabahah dalam ekonomi islam

BAB II
PEMBAHASAN

 
A.    Mudharabah

1.      Pengertian

“Mudarabah” adalah jenis khusus kemitraan di mana salah satu pasangan memberikan uang kepada orang lain untuk berinvestasi di perusahaan komersial.  Investasi berasal dari mitra pertama yang disebut “rabb-ul-mal”, sementara pengelolaan dan bekerja adalah tanggung jawab eksklusif yang lain, yang disebut “mudharib”.
Mudharabah Adalah suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
  1. Kontrak mudharabah dalam pelaksanaannya pada Bank Syariah nasabah bertindak sebagai mudharib yang mendapat pembiayaan usaha atas modal kontrak mudharabah. Mudharib menerima dukungan dana dari bank, yang dengan dana tersebut mudharib dapat mulai menjalankan usaha dengan membelanjakan dalam bentuk barang dagangan untuk dijual kepada pembeli, dengan tujuan agar memperoleh keuntungan (profit).
  2. Filosofi dasar dari mudharabah adalah untuk menyatukan capital dengan labour (Skill dan enterpreneur) yang selama ini senantiasa terpisah dalam sistem konvensional. Dalam mudharabah akan tampak jelas sifat dan semangat kebersamaan dan keadilan, Hal ini terbukti melalui kebersamaan dalam menanggung resiko kerugian yang dialami proyek dan membagikan keuntungan pada waktu ekonomi sedang booming. (Perwataatmaja, 1999)
Mudharabah lebih cocok dalam perbankan Islam dibandingkan dengan syirkah. Syirkah hanya cocok unjtuk bank apabila bank tersebut berfungsi sebagai bank partisipan yang aktiv dalam menjalankan bisnis. Bagi bank, hal tersebut tidak praktis dan merupakan tindakan pemborosan, selain melanggar peraturan perbankan. Mudharabah bukan hanya cocok dengan bak syariah , namun fungsi pokok perbankan adalah memberikan modal kepada individu atau kelompok yang ingin berusaha, dan ini adalah mudharabah (rahman 436).

2.      Landasan Syaria

Secara Umum, landasan dasar syariah Al-Mudharabah lebih mencerminkan Anjuran untuk melaksanakan usaha. Hal ini tanpak dalam ayat-ayat dan hadist berikut ini
  • Al-Qur’an
واخرون يضربون فى الارض يبتغون من فضل الله…….
”dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT (Al-Muzzammil: 20)
Yang menjadi wajhud-dilalah (وجه الدلاله) atau argument dari ayat diatas adalah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.
فاذا قضيت الصلاة فانتشروا فى الارض وابتغوا من فضل الله………………..
apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah SWT…. (Al-Jumu’ah 10)
  • Al-Hadist
عن صالح ابن صهيب عن ابيه قال: قال رسول الله. ثلاث فيهن البركة البيع الى اجل والمقارضة واخلاط البر بالشعير للبيت لا للبيع……………..
Dari Shalih bin Suhaib RA bahwa Rasulullah Bersabda: tiga hal yang didalamnya terdapat kebaikan: jual-beli secara tangguh, MuQoradhah (Mudaharabah), dan mencampur Gandum dengan Gandum untuk keperluan rumah bukan untuk dijual”
  • Ijma’
Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit hadist yang dikutip Abu Ubaid

3. Jenis-jenis Al-Mudharabah

Secara umum, Mudharabah terbagi menjadi dua jenis: Mudharabah muthalaqah dan mudharabah muqayyadah
  • Mudharabah Muthlaqah
Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqh ulama seringkali mencontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukanlah sesukamu) dari shahibulmaal ke mudharib yang member kekuasaan sangat besar.
  • Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah Muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah, si Mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha,waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si Shahibul-maal dalam memasuki jenis usaha.
  1. 1. Aplikasi Dalam Pembiyaan Produktif
Secara teknis, mudharabah adalah akad kerja sama usaha antra dua pihak,dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Karena sifatnya itulah mudharabah lebih praktis untuk dijalankan pada perbankan Islam dibandingkan dengan syirkah. Aplikasi mudharabah dalam perbankan syariah dapat berupa :
Pada sisi penghimpunan dana :
  • Tabungan berjangka, dimaksudkan untuk tujuan umum, yang dapat dipakai untuk usaha apa saja yang tidak melanggar syariat. Misalnya deposito biasa.
  • Deposito spesial, dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk usaha tertentu saja.
Pada sisi pembiayaan :
  • Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja untuk perdagangan, industri atau jasa
  • Investasi khusus, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul mal.

4.      Manfaat Mudharabah :

  • Bank akan menikmati peningkatan hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat
  • Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap , tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak mengalami negative spread.
  • Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow sehingga tidak memberatkan nasabah.
  • Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang bukan hanya sesuai dengan syariah, namun juga mempunyai prospek yang baik

5.       Permasalahan Mudharabah

Walaupun mudharabah dikatakan sebagai sesuatu yang ideal untuk perbankan Islam, dan mempunyai banyak keuntungan dan ” lebih baik” dibandingkan dengan siatem lainnya, namun ternyata mudharabah dalam kenyataaannya belum menjadi skema pembiayaan yang utama pada bank syariah. Berdasarkan data dari Internatioanl Assosiation of Islamic Bank (1996), skema mudharabah hanya diapakai sebesar 20% secara rata-rata pada bank Islam seluruh dunia. Islamic Development bank juga hanya memakai mudharabah pada sedikit poyeknya yang kecil. Kondisi perbankan syariah dalam menjalankan Mudharaba juga tidak terlihat baik. Berdasar statistik perbankan syariah pada Bank Indonesia, akad murabahah sekitar 70 persen dari total kredit. Di BRI, hampir 96 persen pembiayaan masih murabahah. Sementara di BSM, pembiayaan mudharabah mencapai 12 persen. (Republika, 19 Juli 2004).
Beberapa permasalahan yang dihadapai sehingga mudharabah menjadi kurang berkembang, diidentifikasikan natara lain sebagai berikut :
Pertama, kontrak profit loss sharing dikaitkan dengan agency problems manakala seorang pengusaha tidak mempunyai insentif untuk memberikan usaha tetapi mempunyai insentif untuk melaporkan profit yang lebih rendah dibandingkan dengan pembiayaan pribadi dari manager. Argumen ini berdasarkan ide bahwa pihak-pihak pada transaksi bisnis akan melalaikan jika mereka dikompensasi kurang dari kontribusi marginal pada proses produksi, dan manakala ini terjadi pada kasus profit loss sharing, kaum kapitalis ragu-ragu untuk berinvestasi berdasarkan basis profit loss sharing. Sebagai contoh A meminjam uang pada bank syariah AZ kemudian ia melaporkan keuntungannya pada laporan laba rugi yang usahanya lebih rendah. Sehingga, tingkat profit-loss sharing yang diberikan kepada bank lebih rendah.
Kedua, kontrak profit loss sharing membutuhkan jaminan agar dapat berfungsi secara efisien. Sedikitnya jaminan hak property pada kontrak profit loss sharing menyebabkan kegagalan adopsi karena tidak ada aturan yang melandasi. Pada praktiknya di Indonesia, jaminan hak property atas profit-loss sharing belum diatur dengan tegas dan jelas
Ketiga, perbankan Islam menawarkan risiko yang lebih kecil dari pembiayaan dibandingkan dengan perbankan konvensional. Hal ini berdasarkan konsep mudharabah dan musharakah yang dianutnya. Tetapi seringkali pelaksanaannya manajemen asset dari mudharabah dan musharakah tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Idealnya, dana pada perbankan syariah disalurkan melalui kegiatan investasi pada asset riil. Tetapi pada kenyataannya di Indonesia, pengelolaan asset pada perbankan syariah masih terpusat pada Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
Keempat, batasan peran investor pada manajemen dan dikotomi struktur keuangan dari kontrak profit loss sharing menimbulkan ketidak partisipasian. Mereka tidak berbagi kontrak berdasarkan partisipasi pengambilan keputusan. Disatu sisi terlihat hanya pihak manajemen yang mengelola dana sedangkan investor hanya menikmati hasilnya.
Kelima, pembiayaan ekuitas tidak tepat bagi pembiayaan proyek jangka pendek manakala dihadapkan pada tingkat risiko yang tinggi (efek diversifikasi waktu pada ekuitas). Pada kasus di Indonesia, dimana banyak pengelolaan dana perbankan syariah yang disalurkan melalui sertifikat wadiah bank Indonesia, menimbulkan risiko yang tinggi jika pembiayaan tersebut berjangka pendek dan lebih berisiko lagi jika bank syariah menyalurkan pengelolaan dana melalui Jakarta Islamic Index. (Humayon A. Dar and John R. Presley, 2001)

6.      F. Solusi

Potensi masalah yang timbul dalam pelaksanaan mudharabah agar dapat mengatasi kelemahannya dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu (Muljawan, 2001) :
  1. Peningkatan kualitas preferensi Mudharib dalam menerima amanah dan shahibul mal
  2. Peningkatan kualitas transparansi dalam kontrak seperti penyusunan kontrak yang lebih terperinci dan pemakaian benchmarking
  3. Penerapan standar akuntansi yang memadai
Tiga hal tersebut dijabarkan dibawah ini :
  1. Preferensi individu dalam melakukan kontrak mudharabah yang akan meningkatkan kualitas transaksi sehingga menyebabkan kontrak mudharabah menjadi optimal antara lain :
• Transparansi dalam berkontrak
• Konsep penghargaan terhadap waktu , kerjakeras dan produktifitas
• Amanah dalam mengelola modal yang diberikan
Pada mudharabah, apabila syarat tersebut diatas dapat dijalankan oleh individu, maka dapat dikatakan bahwa kontrak mudharabah tersebut dapat dikatakan menghasilkan kualtias yang terbaik. Peningkatan preferensi individu dalam konsep utility akan mengakibatkan perubahan pada proses pengembilan keputusan dalam usaha. Kualitas preferensi individu seharusnya dalam Islam menjadi suatu hal yang diunggulkan. Konsep etik moral dalam Islam, adalah konsep bagaimana suatu individu dapat berbuat sebaik mungkin dan dapat mendatangkan maslahat sebanyak mungkin. Peningkatan kualitas preferensi dapat dilakukan dengan melakukan strategic alliance dengan semua pihak yang dapat
berperan dalam menjaga nilai-nilai moral, antara lain, lembaga pendidikan ekonomi Islam, sebagai penyuplai para pelaku ekonomi yang memiliki preferensi yang baik, para ulama dan tokoh agama, lembaga pendidikan agama, dan organisasi masyarakat yang berperan dalam meningkatkan moral masyarakat. Konsep peningkatan preferensi individu ini adalah konsep bersama yang saling terkait, tidak hanya tugas bank saja, namun ini adalah tugas dari seluruh masyarakat muslim yang peduli.
  1. Peningkatan kualitas transparansi dalam kontrak mudharabah.
Akses terhadap informasi yang berimbang dapat menurunkan intensitas moral hazard serta adverse selection dalam presos penentuan transaksi yang optimal. Pembuatan kontrak yang terperinci sehingg mendorong transparansi informasi dapat menjadi satu solusi. Hal lain yang penting adalah adanya benchmarking pada semua sektor usaha. Bench marking memudahkan semua pihak untuk menyetujui kontrak lebih fair. Sebagai contoh , bila talah tersedia benchmarking untuk usaha penjualan buku, misalnya rata-rata margin keuntungan sebesar 20%, Maka benchmarkiong ini dapat menjadi acuan bagi kedua belah pihak yang berkontrak, sebagai acuan ekspected return.
  1. Salah satu syarat yang cukup menentukan keberhasilan penerapan konsep mudharabah dalam masyarakat secara luas adalah sistem akuntansi yang selain sesuai dengan konsep syariah juga harus dapat menentukan level resiko dari transaksi. Sistem aakuntansi dan keuangan yang baik dan mendorong konsep syariah akan menjadi salah satu mekanisme kontrol yang baik dalam menghasilkan kontrak mudharabah.

B.     Musyarakah

1.      Pengertian

Musyarakah adalah Kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan
Penerapan yang dilakukan Bank Syariah, musyarakah adalah suatu kerjasama antara bank dan nasabah dan bank setuju untuk membiayai usaha atau proyek secara bersama-sama dengan nasabah sebagai inisiator proyek dengan suatu jumlah berdasarkan prosentase tertentu dari jumlah total biaya proyek dengan dasar pembagian keuntungan dari hasil yang diperoleh dari usaha atau proyek tersebut berdasarkan prosentase bagi-hasil yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

2.      Landasan Syariah

  • Al-Qur’an
فهم شركاء فى الثلث…………………..
maka mereka berserikat pada sepertiga……(An-Nisa’ 12)
Ayat ini menunjukkan pengakuan Allah SWT akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja perkongsian dalam ayat ini terjadi secara otomatis (jabr) karena waris.
  • Al-Hadist
عن ابى هريرة رفعه قال :ان الله يقول انا ثالث الشريكين مالم يخن احدهما صاحبه………………………
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Bersabda: Sesungguhnya Allah Berfirman: Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak menghiyanati lainnya” (HR. Abu Daud 2936, dalam kitab Al-Buyu’ dan Hakim)
Hadist qutsi tersebut menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-hambanya yang melakukan perserikatan selama saling menjunjung tinggi amanah kebersamaan dan menjahui penghiyanatan.
  • Ijma’
Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughni[4] telah berkata: kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legimasi Musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.

3.      Jenis-jenis Musyarakah

Musyarakah ada dua jenis: Musyarakah pemilikan dan Musyarakah akad (Kontrak). Musyarakah kepemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu asset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah asset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan asset tersebut.
Musyarakah akad tercipta dengan cara adanya kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Merekapun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad terbagi menjadi: al-‘inan, almufawwadhah, al-a’maal, al-wujuh dan al-Mudhrabah. Meskipun Al-mudharabah masih ada perdebatan apakah termasuk kategori Musyarakah atau tidak?

4.      Aplikasi dalam Pembiayaan Produktif

  • Pembiyaan Proyek
Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiyaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati
  • Modal Ventura
Pada lembaga Keuangan khusus yang dibolehkan  melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, Musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan diinvestasi atau menjual bagian sahamnya. Baik secara singkat atau bertahap.
  1. 1. Manfaat Musyarakah
Terdapat banyak manfaat dari pembiyaan secara Musyarakah ini diantaranya sebagai berikut:
  • Bank akan menikmati penigkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
  • Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan /hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
  • Pengambilan pokok pembiyaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
  • Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
  • Prinsip bagi hasil dalam Musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiyaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

C. Murabahah

Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.
Murabahah, dalam konotasi Islam pada dasarnya berarti penjualan. Satu hal yang membedakannya dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa penjual dalam murabahah secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa nilai pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang dibebankannya pada nilai tersebut. Keuntungan tersebut bisa berupa lump sum atau berdasarkan persentase.
Jika seseorang melakukan penjualan komoditi/barang dengan harga lump sum tanpa memberi tahu berapa nilai pokoknya, maka bukan termasuk murabahah, walaupun ia juga mengambil keuntungan dari penjualan tersebut. Penjualan ini disebut musawamah.

Ketentuan umum murabahah dalam bank syari'ah

  1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
  2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
  3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
  4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
  5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
  6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah beserta biaya tambahan yang diperlukan, misal ongkos angkut barang.
  7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu.
  8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
  9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang.
Disamping jual beli murabahah, dalam fiqh al-muamalah ada empat jenis jual beli lainnya (Az Zuhaily, hal.3766), yaitu:
1.      Jual beli al-musawamah (ba'iu al musawamah), yaitu menjual dengan harga berapapun tanpa melihat kepada harga pokok atau harga perolehan saat pembelian awal. Jual beli ini yang biasa dilakukan.
2.      Jual beli at-tauliyah (bai'u at tauliyah), yaitu menjual dengan harga pokok atau harga perolehan tanpa tambahan keuntungan.
3.      Jual beli isytiraak (bai'u al isytiraak), sama dengan jual beli at-tauliyah, perbedaannya adalah menjual sebagian obyek jual beli dengan sebagian harga.
4.      Jual beli al-wadhi'ah (bai'u al wadhi'ah) yaitu menjual sama dengan harga pokok atau harga perolehan, dengan mengurangi atau memberikan potongan harga.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

  1. Penutup
Dari pembahasan diatas kita dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut :
  1. Kerja sama, baik dalam Mudharabah,Musyarakah dan Murabahah adalah sesuatu yang sangat dianjurkan dalam Islam agar kita dapat saling membantu dalam menanggung resiko usaha tentu yang sesuai dengan syariah
  2. Mudharabah yang termasuk salah satu jenis Kerjasama, yang saat ini memiliki banyak kendala dalam perkembangannya sehingga shahibul mal/bank enggan memakai skema kontrak ini.
  3. Nilai-nilai yang terkandung dalam Islam dapat menjadi satu keunggulan preferensi individu muslim.
  4. Dalam Islam, transaksi utama dalam kegiatan usaha adalah transaksi riil yang menyangkut suatu obyek tertentu, baik obyek berupa barang ataupun jasa. kegiatan usaha jasa yang timbul karena manusia menginginkan sesuatu yang tidak bisa atau tidak mau dilakukannya sesuai dengan fitrahnya manusia harus berusaha mengadakan kerjasama di antara mereka.